Rabu, 18 Februari 2009

Jurnal

PERBANDINGAN EFISIENSI TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

SECARA AERASI; FLOKULASI; BIOFILTER ANAEROB DAN BIOFILTER ANAEROB-AEROB

DITINJAU DARI PARAMETER BOD5 & COD

Peni Pujiastuti, Fakultas Teknik Universitas Setia Budi

Jl. Let.Jen. Sutoyo, Mojosongo, Surakarta

ABSTRAK

Industri tahu merupakan industri kecil yang ada di setiap daerah. Disamping menghasilkan tahu sebagai hasil utamanya, juga menghasilkan limbah cair. Limbah cair ini mempunyai karakteristik BOD5, COD, TSS dan pH yang melampaui baku mutu lingkungan untuk limbah cair industri tahu yaitu Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah, Nomor : 10, Tahun 2004, tanggal: 30 Juli 2004. Limbah cair industri tahu menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri tahu tidak memperhatikan teknologi pengolahan limbah cair dan langsung dialirkan langsung ke lingkungan sungai. Diperlukan upaya mencari teknologi yang tepat untuk pengelolaan limbah cair tahu, yaitu sebuah teknologi pengolahan yang mempuyai efektifitas tinggi sehingga dapat menurunkan parameter BOD5, dan COD sampai dibawah baku mutu. Diantara beberapa teknologi yang diteliti seperti metode aerasi, flokulasi, biofilter anaerob dan biofilter anaerob-aerob memberikan hasil yang berbeda-beda. Teknologi anerob-aerob paling efektif dalam menurunkan BOD5, COD, dengan efisiensi pengolahan 88,18% - 89,40 %. Dengan menerapkan teknologi biofilter anaerob-aerob untuk mengolah limbah cair industry tahu sebelum di buang ke lingkungan sungai, maka limbah cair tidak lagi mencemari lingkungan sungai di sekitarnya.

ABSTRACT

Tofu factory is a kind of small scale industry which is found in every part of Indonesian region. Besides tofu as the main product, the factory also gives liquid waste with BOD, COD, TSS and pH more than the environment rule for tofu industry liquid waste. (Central Java Province Rule for Environment No. 10, 2004, dated July 30, 2004). The Tofu liquid waste can be a problem for the surrounding area because most of the factory doesn’t maintain the waste before throwing it away to the river. New technology to decrease the BOD and COD parameter is needed. Among the new technologies that are studied like aerasi, flucolation, biofilter anaerob and biofilter anaerob-aerob show different results, The anaerob-aerob seems the most effective in decreasing BOD, COD, with 88,18%-89,40% efficiency. By applying biofilter technology of anaerob-aerob to maintain the tofu liquid waste before throwing it away to the river, the liquid waste would not damage the river and its environment anymore.

PENDAHULUAN

Tahu merupakan makanan yang digemari oleh sebagain besar masyarakat Surakarta pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Makanan ini diproduksi oleh industri rumah tangga dengan menggunakan bahan baku kedelai. Sebagian besar masih merupakan industri kecil berskala rumah tangga yang tidak dilengkapi dengan unit pengolah limbah cair. Namun untuk industri tahu yang dikelola koperasi beberapa diantaranya telah memiliki unit pengolah limbah secara sederhana, seperti industri tahu di desa Krajan Mojosongo Surakarta.

Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan pencemaran lingkungan sungai tersebut. Setiap kuintal kedelai akan menghasilkan limbah 1,5 – 2 m3 limbah cair. Spesifikasi limbah cair tahu, berwarna keruh dan bau sangat menyengat. Limbah cair tahu mempunyai beberapa jenis antara lain : sisa air tahu yang tidak menggumpal; potongan tahu yang hancur pada saat proses karena kurang sempurnanya proses penggumpalan; limbah cair tahu terlihat keruh dan berwarna kuning muda keabu-abuan dan bila dibiarkan akan berwarna hitam dan berbau busuk

Sumber timbulan limbah cair industri tahu berasal dari air yang banyak digunakan sebagai bahan pencuci dan merebus kedelai untuk proses produksinya. Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah. Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/l. Sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut. Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2), oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S ) , amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan.

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Diantara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar, yang mencapai 40%-60% protein, 25-50% karbohidrat, dan 10% lemak. Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam limbah cair tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti, BOD5, COD. Uji BOD5 & COD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga.

Limbah industri tahu dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam limbah cair industri tahu cukup tinggi yakni berkisar antara 4.000-12.000 ppm dan BOD5 antara 2000 – 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Limbah cair yang dikeluarkan oleh industri-industri masih menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri-industri, terutama industri rumah tangga mengalirkan langsung limbah cairnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu

Agar tidak mencemari lingkungan maka limbah cair tahu perlu dilakukan penanganan yang serius. Penanganan limbah cair industri tahu dapat dilakukan dengan :

a. Menggunakan alat yang dapat menghasilkan tahu yang lebih baik dan sedikit menghasilkan limbah.

b. Penerapan Produksi Bersih (Cleaner Production). Penataan proses produksi yang baik dari mulai tempat proses pencucian, penempatan peralatan yang tepat, penggunaan air yang bersih sehingga limbah padat maupun limbah cair berkurang.

c. Pengolahan limbah cair secara fisika, kimia maupun biologis.

Pengolahan Fisik

Dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran-kotoran kasar, penyisihan lumpur dan pasir serta mengurangi zat-zat organik yang ada dalam air limbah. Pengolahan ini terdiri dari sedimentasi dan filtrasi, sedimen atau pengendapan dimaksudkan untuk mengendapkan padatan-padatan seperti pasir, lumpur dan koloid serta zat tersuspensi yang telah terkoagulasi. Sedangkan filtrasi berfungsi untuk menghilangkan padatan tersuspensi dalam air yang tidak dapat diendapkan.

Pengolahan Kimia

Pengolahan kimia adalah pengolahan yang menggunakan zat kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Limbah cair yang diolah biasanya mengandung zat-zat tersuspensi dan koloid yang bersifat stabil sehingga sulit mengendap. Hal ini dikarenakan koloid-koloid bermuatan negatif sehingga terjadi gaya tarik menarik, sehingga antara satu dengan yang lain tidak bisa bersatu membentuk suatu gumpalan. Untuk membantu penggumpalan perlu ditambah zat koagulan/flokulan, sehingga dapat mempercepat terbentuknya gumpalan yang cepat mengendap. Zat koagulan/flokulan yang sering digunakan adalah tawas atau Al2 (SO4)3.

Adapun reaksi yang terjadi adalah :

Al2 (SO4)3 + 6 H2O à 2 Al (OH)­3 ¯ + 3 H2SO4

3H2SO4 + 3 Ca (HCO3)2 à 2 CaSO4 + 6 H2CO3

6 H2CO3 à 6 CO2 + 6 H2O

Al2(SO4)3 + 3 Ca(HCO3)2 à 2 Al(OH)3 + 3CaSO4 + 6 CO2

Zat koagulan/flokulan lain yang dapat digunakan selain tawas adalah Copperas (FeSO4 7H2O), Ferri Chlorida (FeCl3), Ferri Sulfat (Fe2 (SO4)3).

Aluminium Sulfat dapat mengandung jumlah air hablur yang berbeda-beda, mengandung tidak kurang dari 54,0 % dan tidak lebih dari 59,0 % Al2 (SO4).

Aluminium Sulfat bersifat serbuk hablur warna putih, keping mengkilat atau fragmen hablur tidak berbau, rasa manis kemudian agak sepat, stabil di udara. Kelarutannya mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol (95 %)

Dibawah ini spesifikasi hasil analisis kandungan tawas yang diperoleh dari Sucofindo Laboratory, yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 1. Spesifikasi Hasil Analisis Kandungan Tawas

Parameter

Unit

Results

Methods

- Assay as NH4Al(SO4)2.

I2H2O2

% wt

99,49

Gravimetric

- Cl content

ppm

9,91

Potensiometric

- NO3 content

ppm

below 0,1

Spectrophotometric

- Pb content

ppm

8,57

AAS

- Fe content

ppm

15,45

AAS

- Mn content

ppm

below 0,02

AAS

- Cr content

ppm

6,44

AAS

- As content

ppm

0,06

AAS

- Ca content

ppm

6,96

AAS

- Na content

ppm

26,62

AAS

- K content

ppm

62,30

AAS

(Sumber : Sucofindo Laboratory 2007)

Pengolahan Biologi

Pengolahan limbah cair secara biologi secara umum meniru apa yang terjadi secara proses alamiah yang disebut self purification process. Keadaan ini terjadi manakala konsentrasi Oksigen (O2) terlarut mencapai tingkat kejenuhan . Proses penjernihan ini kemudian direkayasa untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat, baik kecepatan paupun penyisihan organiknya seperti aerasi, proses anaerob, proses aerob, gabungan anaerob-aerob, lumpur aktif, dll. Proses alamiah normal dapat berlangsung berhari-hari, sedangkan proses perekayasaan dapat disingkat dalam periode jam. Desain sistem biologi memerlukan pemahaman prinsip biologi, metabolism kinetik, prinsip keseimbangan massa dan faktor-faktor lingkungan dalam reaktor. Proses pengolahan biologi yang selama ini umum digunakan adalah metode pertumbuhan melekat (attached growth), seperti Aerobic attached growth & Anaerobic attached growth. Parameter-parameter yang akan dijadikan acuan untuk pengolahan influen adalah kandungan orgnaik terlarut, suspended organiknya (BOD5 & SS), COD, suhu dan pH. Pendegradasian (penguraian) senyawa-senyawa organic dalam limbah cair melibatkan mikroorganisme yang menghaslkan produk-produk yang berupa mikroorganismen baru, produk antara, energi dan gas. Dan sebagian kecil organik yang tidak terdegradasi (bisa dilihat dari nisbah BOD5/COD) akan tersisa di efluen. Efluen yang dihasilkan dari sistem pengolahan limbah cair harus memenuhi baku mutu limbah cair yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat. Misalnya limbah cair industri tahu memiliki baku mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah, Nomor : 10, Tahun 2004, tanggal: 30 Juli 2004, dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2. Baku Mutu Limbah cair Industri Tahu

No

Parameter

Industri Tahu

Kadar Maksimum (mg/L)

Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton)

1.

Temperatur

38oC

-

2.

BOD5

150

3

3.

COD

275

5,5

4.

TSS

100

2

5.

PH

6,0 – 9,0

6.

Debit Maksimum

20 m3/ton kedelai

(Sumber: BAPEDAL JATENG 2004: 29)

Catatan :

a. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per liter limbah cair.

b. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kilogram parameter per ton kedelai.

Saat ini pengelolaan limbah cair industri tahu-tempe umumnya dilakukan dengan cara membuat bak penampung limbah cair sehingga terjadi proses anaerob. Dengan adanya proses biologis anaerob tersebut maka kandungan polutan organikyang ada di dalam limbah cair dapat diturunkan. Tetapi dengan proses tersebut efisiensi pengolahan hanya berkisar antara 50%-70% saja. Dengan demikian jika konsentrasi COD dalam limbah cair 4000 ppm, maka kadar COD yang keluar masih cukup tinggi yakni sekitar 1200 ppm masih diatas baku mutu yaitu 275 ppm, sehingga hal ini masih menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Suatu alternatif pengolahan limbah yang cukup sederhana adalah pengolahan secara biologis, yakni dengan kombinasi proses biologis “Anaerob-Aerob”. Sistem ini cocok diterapkan pada pengolahan limbah yang banyak mengandung bahan-bahan organik. Limbah industri tahu/tempe merupakan salah satu jenis limbah yng banyak megandung bahan-bahan organik.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk menurunkan parameter-parameter yang terkandung dalam limbah cair tahu, terutama parameter organik seperti kandungan BOD5 maupun COD. Untuk menurunkan parameter tersebut pada tulisan ini akan dibahas mengenai efektifitas dari beberapa teknik pengolahan limbah cair industri tahu yaitu aerasi,flokulasi, biofilter anaerob dan biofiter anaerob-aerob.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan

Sampel penelitian untuk proses aerasi & flokulasi adalah limbah cair outlet sentra industri tahu desa Krajan Mojosongo Surakarta, diambil secara representative pada jam puncak produksi.

Peralatan

Desain pengolah limbah industri tahu secara biofilter anerob-aerob berdasarkan desain teknologi tepat guna dari BPPT yang kemudian diterapkan dengan skala laboratorium. Sedangkan untuk teknologi aerasi dan flokulasi menggunakan peralatan sederhana yang ada di aboratorium air & limbah Universitas Setia Budi.

Variabel

Sebagai variabel tetap adalah angka BOD5 & COD limbah cair tahu, sedangkan variabel berubah adalah macam teknologi pengolahan limbah cair yaitu biofilter anerob-aerob; aerasi dan flokulasi.

Prosedur

1. Pengambilan sampel limbah cair pada outlet sentra industri tahu di desa Krajan Mojosongo Surakarta pada jam produksi puncak dilakukan berdasarkan SNI 06-2421-1991

2. Beberapa teknologi pengolahan limbah cair

a. Teknologi Flokulasi

1) Mengambil sampel yang telah diencerkan sebanyak ± 10 liter kemudian dimasukkan ke dalam 4 beaker glass masing-masing 2 liter.

2) Masing-masing beaker glass yang berisi sampel 2 liter di tambah tawas secara berurutan 24,4 mg; 43,9 mg; 65,4 mg dan yang 1 tidak ditambah dengan tawas.

3) Kemudian diaduk hingga homogen, setelah itu didiamkan selama 30 menit agar mengendap dengan sempurna.

4) Filtrat dianalisis terhadap angka BOD5 & COD

b. Teknologi Aerasi

Diambil sampel limbah cair tahu sebanyak 1 liter menggunakan gelas ukur 1000 ml dimasukkan dalam ember. Udara dialirkan dengan variasi kecepatan 25, 40, 55, 70 liter/menit kedalam sampel. Terjadi proses aerasi dalam sampel yang ditunjukkan dengan adanya gelembung udara. Setiap 10, 20, 30, 40 menit sampel diambil untuk dianalisa BOD5 & COD.

c. Teknologi biofilter anaerob

Tangki anaerob diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Limbah cair industri tahu dimasukkan ke dalam tangki pengurai anaerobic dari arah bagian tengah tangki dengan arah aliran dari atas ke bawah dan keluar dari sebelah pinggir bak dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Air keluaran dari tangki pengurai ini kemudian dikumpulkan untuk selanjutnya dianalisis terhadap parameter BOD5 & COD.

d. Teknologi biofilter anaerob-aerob

Pengolahan limbah cair dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob, biofilter aerob, bak pengendap akhir. Limbah cair yang berasal dari proses penguraian anaerob (pengolahan tahap pertama) dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungsi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur.

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke bawah dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini dibuat sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam limbah cair dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik. Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap.

Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik (polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam limbah cair serta tumbuh dan menempel pada permukaan media.

Selanjutnya outlet dari proses ini diambil untuk dianalisa terhadap parameter angka BOD5 & COD

3. Analisis Parameter terhadap angka BOD5 & COD

a. Analisis angka BOD5

Pengujian angka BOD5, berdasar SNI 06-2503-1991 tentang metode pengujian kadar kebutuhan oksigen biokimiawi dalam air limbah.

1) Persiapan sampel uji, dilakukan dengan cara menyediakan sampel uji yang telah diambil sesuai dengan metode pengambilan sampel uji kualitas air sesuai dengan SNI 06-2412-1991, sebanyak 1000 ml secara duplo dan dimasukkan ke dalam gelas piala 2000 ml. Menetralkan sampel uji sampai pH antara 6,5 – 7,5. Apabila sampel tidak mengandung mikroorganisme pengurai kemudian ditambah 1000 ml larutan pengencer sehingga pengenceran 2 kali. Melakukan aerasi dengan aerator selama 10 menit sampai oksigen terlarut 7-8 mg/l, selanjutnya dimasukkan ke dalam botol Winkler sampai meluap. Kemudian botol ditutup, siap diuji.

2) Uji angka BOD5 dapat dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan oksigen terlarut nol hari dari salah satu botol Winkler yang berisi sampel uji sesuai dengan metode pengujian oksigen terlarut dalam air (SNI 06-2424-1991), Botol Winkler lain yang berisi sampel uji diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20ºC. Selanjutnya melakukan pemeriksaan kadar oksigen terlarut 5 hari sesuai dengan metode pengujian oksigen terlarut dalam air (SNI 06-2424-1991). Melakukan blanko terhadap larutan pengencer.

b. Analisis angka COD

Pengujian angka COD, berdasar SNI 06-2503-199119-4234-1989 tentang metode pengujian kadar kebutuhan oksigen kimiawi dalam air limbah.

1) Menghomogenkan contoh uji, dipipet 50 ml dan dimasukkan ke dalam labu didih 500 ml.

2) Mendinginkan labu didih dalam pendingin es, kemudian menambahkan 1 gram merkuri sulfat, beberapa butir batu didih dan 5 ml larutan perak sulfat-asam sulfat dengan hati-hati sambil diaduk hingga merkuri sulfat larut.

3) Ditambahkan 25 ml larutan baku kalium dikromat 0,250N sedikit demi sedikit sambil diaduk gingga homogen.

4) Kemudian ditambah 70 ml larutan perak sulfat-asam sulfat sambil diaduk hingga homegen dan suhu tetap dijaga pada 50ºC

5) Labu didih diangkat, kemudian direfluk selama 2 jam,kemudian didinginkan, dan bagian dalam kondensor dibilas dengan 25 ml air suling

6) Labu didih dilepas dari kondensor kemudian mengencerkan larutan dalam labu didih dengan 175 ml air suling kemudian diaduk homogen.

7) Menambah 2-3 tetes indkator feroin, Kelebihan dikromat dititrasi dengan larutan baku ferroamonium sulfat 0,25 N sampai terjadi perubahan warna yang jelas dari hijau – biru menjadi coklat kemerah-merahan.

8) Melakukan blanko.

Teknik Analisis Data

Data primer merupakan data diperoleh dari data hasil penelitian di laboratorium USB untuk teknologi pengolahan secara aerasi dan fokulasi. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka data dari BBPT. Rumus yang digunakan untuk menghitung angka BOD5 adalah :

BOD5520 =

Keterangan :

D1 = Oksigen terlarut pada contoh yang tidak di inkubasi

D2 = Oksigen terlarut pada contoh yang di inkubasi 5 hari pada 10oC

P = Faktor pengencer

Sedangkan rumus untuk menghitung data angka COD adalah sebagai berikut:

( a – b ) N x 8000

COD = mg/l

c

Keterangan :

a = ml volume larutan baku ferroamonium sulfat untuk blanko

b = ml volume larutan baku ferroamonium sulfat untuk contoh uji

c = ml volume contoh uji

N = Normalitas larutan baku ferroamonium sulfat

Analisis teknologi pengolahan dilakukan dengan membandingkan efektifitas beberapa metode yang dilakukan.

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

Teknik pengolahan secara flokulasi pada limbah cair tahu dengan flokulan tawas, diperoleh jumlah rata-rata BOD5 sebagai berikut : Tanpa penambahan tawas diperoleh BOD5 744,8 ppm, Dengan penambahan tawas 12,2 mg/lt diperoleh BOD5 606,5 ppm ,dengan penambahan tawas 21,95 mg/lt diperoleh BOD5 602,6 ppm dan penambahan tawas 32,7 mg/lt diperoleh BOD5 529,7 ppm. Berdasarkan perhitungan statistik dinyatakan dengan adanya peningkatan konsentrasi tawas berpengaruh secara beda nyata terhadap penurunan angka BOD5 & COD. Teknik pengolahan ini mempunyai efisiensi yang masih rendah yaitu 36,84% untuk penurunan angka BOD5 dan 36,47% untuk penurunan angka COD. Penurunan angka BOD5 pada teknik ini disebabkan oleh terbentuknya flok dari padatan tersuspensi seperti zat warna organik, lumpur halus bakteri setelah limbah cair dibubuhi dengan tawas. Pengendapan kotoran dapat terjadi karena pembentukan alumunium hidrosida, Al(OH)3 yang berupa partikel padat yang akan menarik partikel-partikel kotoran sehingga menggumpal bersama-sama, menjadi besar dan berat dan segera dapat mengendap. Reaksi flokulasi dengan tawas dapat dijelaskan secara sederhana melalui reaksi berikut:

Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 à 2 Al(OH)3 + 3 Ca(SO4) + 6 CO2 + 18 H2O

Alkalinity Mengendap

Hasil penurunan angka BOD5 & COD dengan teknik pengolahan ini dapat dilihat pada grafik 1 berikut ini:

Teknik pengolahan secara aerasi yaitu mengontakkan udara dengan limbah cair di dalam tangki aerasi agar biomasa atau mikroorganisme berkembang dengan pesat. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa organik yang terdapat dalam limbah cair tahu, sehinga angka BOD5 & COD dapat diturunkan. Hasil penelitian menunjukkan angka BOD5 & COD menurun secara signifikan dengan waktu kontak yang diberikan, semakin lama waktu kontak udara dengan limbah cair tahu semakin besar angka BOD5 & COD yang diturunkan. Namun di dalam penelitian ini efisiensinya belum optimal, dengan waktu kontak 40 menit BOD5 turun 36,84% sedangkan COD turun 36,47%. Efisiensi penurunan angka BOD5 & COD dengan teknik pengolahan ini dapat dilihat pada grafik 2 berikut ini:

Teknik pengolahan biofilter anaerob dilakukan dengan mengalirkan limbah cair tahu ke dalam tangki fermentasi anerobik. Didalam tangki pengurai anaerob tersebut polutan organik yang terdapat di dalam limbah cair tahu akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob menghasilkan gas metan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan proses ini angka BOD5 & COD dapat diturunkan dengan efisiensi pengolahan 74,61% untuk BOD5 dan 75,36% untuk penurunan COD. Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metan. Lebih jauh lagi terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam kelompok bakteri fakultatif yang berperan dalam penguraian limbah organic, seperti Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus). Bakteri anaerobik tersebut terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik Ada empat grup bakteri yang terlibat dalam transformasi material komplek menjadi molekul sederhana seperti metan dan karbon dioksida, yaitu bakteri hidrolitik yang memecah zat organik komplek seperti karbohidrat, lipid, protein menjadi monomernya, sedangkan bakteri asidogenik fermentatif menguraikan monomer menjadi asam organik, alkohol dan keton, dilanjutkan oleh bakteri acetogenik yang menguraikan asam organik, alkohol & keton menjadi asetat, karbondioksida dan gas hidrogen. Yang terakhir peran bakteri methanogenik yang akan merombak asam asetat menjadi gas methan. Keseluruhan reaksi dapat digambarkan sebagai berikut:

Senyawa Organik à CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S

Teknik pengolahan biofilter anerobik-aeobik cukup efisien dalam menurunkan polutan organik dilihat dari penurunan angka BOD5 89,40% dan angka COD menurun sampai 88,18 %. Hal ini disebabkan karena limbah cair tahu yang melalui media kerikil yeng terdapat pada biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Limbah cair yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lender ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara limbah cair dengan mikroorganisme yang menempel pada permukaan media filter tersebut. Selain itu biofilter juga berperan sebagai penyaring limbah cair yang melalui media ini. Efisiensi penyaringan akan semakin besar karena adanya biofilter up flow yaitu penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada limbah cair dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendap di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerob ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi.

Perbadingan efisiensi ke empat teknologi pengolahan limbah cair tahu dapat dlihat pada grafik 3 & grafik 4 berikut:

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data diatas maka teknologi pengolahan gabungan biofilter anaerob-aerob paling efisien untuk menurunkan polutan organik limbah cair tahu. Ditinjau dari parameter angka BOD5 dan COD, teknologi pengolahan gabungan biofilter anaerob-aerob ini mempunyai efisiensi pengolahan 88,18% - 89,40 %. Sehingga outlet hasil pengolahan ini aman untuk di buang ke badan air.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional Indonesia (2004), SNI 06-6989.8-2004 Tentang Air dan Air Limbah – Bagian 8: Cara Uji Timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), Tangerang: BSN.

Badan Pengelolaan dan Pengendalian Dampak Lingkungan, 2004, Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor : 10 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah, Semarang: BAPPEDAL.

Darmono, (2001), Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi senyawa Logam, Jakarta: UI Press.

Dwi Wahyono H., Idaman Said N. (1999), Teknologi Pengolahan Air, Publikasi Ilmiah ISBN: 979-8465-16-4, BPPT Jakarta.

Jenni L S. B, dan Rahayu P. W, 1993, Penanganan Limbah Industri, Yogyakarta: Kanisius.

Madigan, MT., Martinko, JM., Parker, J., (2000), Biology of Microorganisme, 9th Ed, Southein Illinois University Carbondale, Prentire Hall International Inc.

Met Calf L. & Edy, (1991) Waste Water Engineering, Singapore: Mc. Graw Hill Inc

Murtiningsih S, 2003, Penentuan Kebutuhan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar